BATU BARA | Bisanews.id | Liga I BRI 2021/2022 telah berakhir pada Maret 2022 lalu. Bali United berhasil mempertahankan gelar juara untuk kedua kali secara berturut-turut.
Kordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI), Azmi Hidzaqi menilai ada hal menarik tentang liga tersebut. Menarik, karena kompetisi kasta tertinggi di Indonesia tersebut secara resmi dinobatkan sebagai liga sepakbola termahal di Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) .
“Selain itu publik juga menilai kompetisi Liga I BRI di terbaik sepanjang masa, dan sangat menjunjung tinggi fair play dalam setiap pertandingan. Hal itu dibuktikan ketegasan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang tidak mentolerir penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan para pengatur pertandingan. Setiap ada penyimpangan segera dikoreksi dan dievaluasi PSSI”, tulis LAKSI dalam siaran persnya yang diterima Bisanews.id Rabu (20/4/2022).
Karena itu Azmi sangat menyayangkan adanya pihak yang menuntut secara hukum kepada PSSI, Persib Bandung, dan Barito ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab menurut Azmi, tudingan adanya “sepakbola gajah” di Liga I BRI tidak terbukti.
“Semua pihak perwakilan klub telah menyatakan bahwa kompetisi Liga I BRI sudah sangat fair play, bersih dari praktek curang. Seluruh klub sepakbola Liga I BRI tidak ada yang merasa keberatan dengan hasil kompetisi”, ujarnya.
“Kami tidak sependapat dengan adanya narasi yang menyudutkan PSSI bahwa masih ada praktek “sepakbola gajah” yang dilakukan oleh PSSI. Perlu diketahui bahwa kompetisi Liga I BRI berjalan sudah sangat ketat, jujur, dan fair play”, imbuhnya.
Karena itu, lanjutnya, LAKSI sangat menyayangkan apabila kasus gugatan hukum tersebut bergulir hingga ke pengadilan. Karena penyelesaian sengketa sepakbola yang dilakukan melalui lembaga peradilan, yang tidak memiliki pemahaman memadai dalam menyelesaikan sengketa sepakbola, akan berpengaruh terhadap kualitas putusan.
“Seharusnya bisa di selesaikan dan dibicarakan melalui Badan Yudisial untuk mencari solusi yang terbaik”, paparnya.
Dijelaskannya, dalam statuta PSSI tidak mengenal individu, tetapi hanya mengenal anggotanya. PSSI juga memiliki badan sengketa sendiri yang namanya Badan Yudisial. Oleh karena itu seharusnya upaya penyelesaian sengketa dilakukan melalui badan penyelesaian sengketa alternatif olahraga, yakni Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI), Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI), dan National Disputer Resolution Chamber (NDRC) yang baru terbentuk pada 2019 lalu.
Menurut Azmi, penyelesaian sengketa melalui arbitrase tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Pasal 88 Ayat 1 UU 3/2005 menyatakan penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga. Dilanjutkan dalam ayat 2, dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan ayat 3 menyatakan apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya.
“Kami dan pastinya seluruh rakyat Indonesia merasa puas dan bangga dengan seluruh pencapaian dan perbaikan yang telah dilakukan oleh PSSI. Hasil kompetisi dan prestasi yang telah ditorehkan oleh PSSI saat ini di masa pandemi patut diapresiasi”, tuturnya.
“Kami juga salut dengan keberhasilan PSSI yang tetap melanjutkan kompetisi Liga I BRI sampai selesai, walaupun dengan keadaan yang berat di massa pandemi Covid-19 ini, PSSI dan sepakbola Indonesia adalah aset negara dan Bangsa Indonesia. Karena itu ayo kita dukung dan bangun, sepakbola Indonesia”, pungkasnya.